MENATA SERPIHAN MIMPI

Oleh Chika Lestari

Maaf Tuhan aku hampir hancur seperti tak menyisakan harapan, seperti hilang arah di antara kejadian demi kejadian yang bertambah tambah. Untuk hari ini dan seterusnya izinkan aku bangkit dan kembali menata serpihan mimpi yang telah porak poranda itu....

Lewat tulisan ini aku ingin bercerita tanpa harus bicara meluapkan segala apa yang menyesakan dada. Aku pernah menjadi seorang pemimpi yang terlalu ambisius sampai aku lupa jika ada jatuh, aku pernah menjadi seorang yang paling tulus dalam mencintai sampai aku lupa bahwa patah itu ada.

Waktu sekolah dulu aku membayangkan bahwa kuliah adalah sesuatu yang sangat keren, melihat Abang Kakak menggunakan almamater terlihat cantik dan gagah, aktif di berbagai organisasi, punya pemikiran yang luas dan banyak hal lainnya yang buat ku semakin semangat untuk berusaha menggapai mimpi mencapai status sebagai mahasiswa.

Kini status mahasiswa itu sudah ada padaku, lagi dan lagi membuktikan bahwa janji Allah pasti barangsiapa yang bersungguh sungguh pasti berhasil. Ya ternyata benar sekeren itu menjadi mahasiswa plus aku juga adalah seorang aktivis kampus yang sampai saat ini bangga dengan almamater kampus ku karena perjuangan menjadi mahasiswa tak semulus orang di luar sana dengan keadaan ekonomi yang baik  punya dukungan keluarga mungkin..., namun privilege ku hanya segenggam semangat dan kepercayaan penuh dari orang tua untuk melakukan apa saja yang menurut ku baik,, hehe apakah itu privilege??  Menjadi mahasiswa tidak hanya sebatas keren tapi juga menyakitkan bagi seseorang yang mencoba mandiri dalam segala hal dan jauh dari orang tua. “Adakah yang lebih menyesakan dada selama menjadi mahasiswa selain  mencoba berusaha sekuat apapun untuk terus bertahan di antara terkaan yang menghampiri”?  Gumam ku dalam hati saat langkah ini begitu  berat untuk ku lanjutkan.

“ Senja gimana kabarnya di sana, sehat?” Tanya ibuku via telepon

“Alhamdulillah senja sehat bu, di sini Senja baik baik saja bu”

 Hanya  itu yang bisa ku jawab serta bercerita tentang semua yang membuat ibu menjadi tenang  saat di tanya ibu melalui telepon biasa yang hanya bisa ku dengar suaranya paling sering sebulan sekali, sulit untuk aku dan orang tua bisa berkabar. Hal ini karena orang tua ku berada di daerah pedalaman yang susah sinyal sedangkan aku kuliah merantau di kota yang hingar-bingar. Aku tidak pernah bisa menceritakan segala hal yang menyakitkan atau permasalahan selama di kota orang ini, rasanya tak pernah sampai untuk membuat hati orang tua ku cemas terutama ibu. Aku adalah satu satunya anak perempuan di keluarga yang keras kepala. Sehingga aku di izinkan untuk merantau sejauh ini. Ibuku adalah seorang guru kampung yang membuat aku bangga miliki Ibu seperti beliau meskipun gaji nya tidak seperti guru pada umumnya tapi Ibu mau mengajarkan anak anak di kampung yang di sana kekurangan akses untuk pendidikan tidak seperti di kota. Sedangkan Bapak ku  adalah buruh kebun yang saat ini sudah sering sakit-sakitan. Sehingga penghasilan keduanya tidak memungkinkan untuk membiayai kuliah aku, meski terkadang mereka bersikeras untuk memberikan aku uang dengan nominal yang tidak seberapa mengupayakan untuk ada buat aku. Dengan keadaan ini aku bertekad untuk tidak membebankan biaya kuliah kepada orang tua dan tidak ingin meminta apapun dari mereka, melihat wajahnya saja sudah menjadi seribu alasan untuk aku tetap berjuang.

Hari berganti lalu menjelma menjadi bulan banyak hal yang dapat aku pelajari selama perkuliahan tanpa terkecuali pelajaran tentang hidup yang mengalir bagai air di terpa ombak.Aku harus berjuang menunaikan tekad untuk kuliah secara mandiri tanpa biaya dari orang tua, akhirnya aku mencoba untuk mendaftar salah satu beasiswa yang ada di kampus dengan segala upaya mempertahankan IPK di awal perkuliahan agar mendapat angka 4.0 atas izin Allah aku lolos seleksi beasiswa tersebut. Senang bukan main, berita ini ku sampaikan kepada orang tua agar mereka tenang dan ayah segera pulih dari sakitnya.

Alhamdulillah akhirnya Ibu tidak begitu khawatir lagi melepaskan anak perempuan nya di rantau dan aku kuliah dengan uang beasiswa tersebut semua kebutuhan termasuk membayar uang semester tanpa perlu Ibu dan Bapak tahu di sana, bagaimana aku banting otak memikirkan cara mengatur keuangan yang hanya pas pasan bahkan kurang. Segala cara kulakukan yang penting halal, untung nya aku masih tahu batasan hingga aku tidak melakukan hal hal terlarang. Aku menjaga penuh kepercayaan yang diberikan oleh orang tua ku.  

Hidup di rantau benar-benar membuat aku harus pintar dalam memilih circle pertemanan salah satunya aku memilih teman-teman yang tidak boros karena hal itu sangat erat kaitannya dengan keadaan ekonomi aku sekarang, tidak hanya itu tetapi aku juga mencari teman yang semangat dalam belajar dan berbagai macam cara aku lakukan agar aku mendapatkan circle yang positif hingga akhirnya aku aktif di beberapa organisasi yang memberikanku banyak pengalaman dan pelajaran. Aku menyadari di rantau aku tidak punya siapa-siapa dan belum mengenal teman di perkuliahan hingga akhirnya aku mengenal seorang senior yang sangat baik dan banyak membantu aku dalam soal perkuliahan. Sejak awal perkuliahan senior itu banyak sekali membantu aku bahkan senior itu juga yang membantu aku dalam seleksi beasiswa sampai aku dikenalkan dengan orang-orang yang membawa pengaruh positif untuk kehidupan aku di rantau tentunya untuk proses perkuliahan aku.

Oh ya senior itu bernama Muhammad Dafi El Haq, betapa nama yang sesuai dengan perangainya. Kak Dafi adalah seorang pria yang baik serta senang dalam berbuat Amar ma'ruf nahi mungkar di kampus sehingga tak sedikit orang yang membencinya ya namun begitulah kehidupan. Tetapi di sisi lain tentu banyak orang yang senang dengan dia karena kepribadiannya yang baik. Kak Dafi adalah anak orang berada, memiliki paras yang tampan, berkulit putih, dengan postur tubuh yang tinggi bukan hanya itu, Kak Dafi adalah pemimpin di salah satu organisasi yang aku geluti dengan pengetahuan yang luas serta publik speaking yang bagus. Tidak sedikit pula yang menganggumi nya. Banyak peristiwa yang menjadikan aku melakukan banyak hal bersama kak Dafi, karena aku dan kak Dafi satu fakultas, satu program studi dan satu organisasi. Putaran waktu kian nyata melewati hari, saat itu kurasa semua berjalan begitu baik. Namun di hati ini mengapa kah ada rasa yang tak biasa?

Dengan segala sikap profesional aku mengalihkan segala perasaan ini hingga akhirnya  ku adukan kepada Tuhan. Mega telah memerah di ufuk barat dan perlahan tenggelam, lalu ku bersujud, sebab ku tahu bagaimana Agama ku mengatur cinta agar sesuai dengan koridor syariat Nya. Namun semua itu tidak mengalihkan fokus ku pada perkuliahan semua masih berjalan baik baik saja. “Ah sudah lah Senja.., lupakan saja perasaan mu kepada Kak Dafi. Kalau kau tak mau kecewa, lagi pula Kak Dafi itu  anak orang kaya” kataku dalam hati mencoba untuk menyadarkan diri bahwa aku dan dia tak mungkin bisa bersama. Akupun melanjutkan rutinitas sebagai mahasiswa dan juga aktivis di kampus, namun lagi-lagi aku di hadapkan dengan permasalahan yang sama belum menemukan  ujungnya. Apalagi kalau bukan masalah keuangan. Bagaimana mungkin hidup di rantau namun tidak memiliki uang?

Tapi aku tidak bisa mengatakan ini kepada orang tua ku, beasiswa masih lama lagi cair nya. Aku hanya bisa merengek pada Tuhan, mencoba menguatkan diri bahwa Allah tidak pernah meninggalkan Hamba Nya sendirian.  Meski keadaan down tapi aku pura pura kuat mencoba untuk tidak mengatakan apapun kepada teman-teman, aku tidak ingin merepotkan mereka.

Setelah sekian lama aku melupakan rasa pada Kak Dafi dengan menyibukkan diri mengikuti pelatihan untuk meningkatkan skill penunjang beasiswa dan aku menemukan teman teman yang sangat baik. Namun ternyata Kak Dafi hadir lagi ketengah hidup ku bersama Ibunya.

“ Assalamualaikum Senja ini bunda nya Dafi..”

Pesan wattsApp itu aku terima setelah sholat magrib, aku benar-benar tercengang memandangi layar handphone. “Bagaimana mungkin Bunda nya Dafi bisa menghubungi aku?” gumam ku dalam hati.

“Waalaikum salam.., iya bu ada yang bisa saya bantu?”

“Langsung saja ya Senja..., jadi Dafi itu sering kali cerita tentang kamu.  Ibu taruh harapan besar sama Senja. Kamu paham kan maksud Ibu.. terimakasih yaa Senja. Ibu percaya Senja Perempuan baik”         

Waktu terus berlalu komunikasi antara aku dan Bundanya kak Dafi berjalan dengan baik, sungguh aku tak mengerti untuk mengakhiri semua ini dari mana karena aku sadar sejati nya antara Aku dan kak Dafi tidak ada hubungan apapun. Jujur ini sangat menyulitkan untuk aku melupakan, aku tak pernah menyangka bahwa Kak Dafi miliki rasa yang sama. Ini kali pertamanya aku miliki rasa pada seorang lelaki sedalam ini, tapi aku lemah akan takdir kedatangan seorang Dafi di waktu yang tidak tepat karena posisi ku dan kak Dafi masih kuliah. Sebab aku tidak ingin pacaran, bagiku tidak ada ikatan yang terbaik untuk dua insan yang saling mencintai selain pernikahan. Aku ingin semua berjalan sesuai dengan syariat Nya, namun ternyata tak semudah itu. Karena iman melemah di kala itu bahkan Kak Dafi yang paham agama pun belum mampu mengamalkan seutuhnya. 

“ Kak Dafi... mengapa mesti melakukan semua ini..?”

Saat itu aku memberanikan diri untuk tegas agar tidak berlarut-larut dalam jalan yang salah. Meski kami tidak melakukan apa-apa namun banyak hal yang menjadi keinginan Kak Dafi di sampaikan kepada ibunya agar sampai kepada ku. Jujur aku tak dapat menahan, karena sebenarnya aku memang terlanjur cinta tapi rasa takutku kepada Allah lebih besar.

“Apa salah dengan yang saya lakukan kepada mu Senja..?”

“Tapi kak.. jujur selama ini Senja berusaha menjaga perasaan. Sekuat mungkin melupakan, setelah perjuangan Senja justru dirimu hadir tapi di waktu yang tidak tepat di saat aku sedang belajar taat, aku sedang berjuang untuk fokus kuliah”.   Kataku sambil menahan air mata melawan rasa cinta ini.

“Oke Senja.., saya mengerti maksud kamu. Selama ini saya memang suka dengan mu . Maaf telah merubah apa yang ada, tapi saya berdoa semoga rasa ini benar dan kita dapat bersama di kemudian hari”. Ujar Kak Dafi dengan penuh keyakinan

“ Terimakasih kak karena sudah mengerti... Pasti kak Dafi paham bagaimana Islam mengatur cinta agar sesuai dengan syariat Nya, termasuk dalam hal komunikasi” ucapku sekali lagi menegaskan.

Kak Dafi hanya terdiam , “ya sudah.. assalamualaikum” ujar Kak Dafi sembari pergi meninggalkan aku.

“Waalaikumsalam” jawab ku sangat lirih. Kemudian aku langsung berlari menuju mushola Fakultas dan menyandarkan tubuh, semua percakapan dengan kak Dafi tadi membuat darahku seolah mengalir lebih cepat dari biasanya. “Ya Allah...” kataku sembari menghembuskan nafas tak dapat lagi ku mengatakan pada Tuhan tentang rasa ini.  Karena sejatinya aku masih mencintainya.

Semenjak saat itu aku tidak pernah lagi Komunikasi dengan ibunya kak Dafi dan komunikasi dengan kak Dafi pun hanya hal yang sangat penting karena kami masih satu periode kepengurusan di organisasi. Bagaimanapun aku tetap berusaha profesional, bertemu dan menghormati dia sebagai pemimpin. Meski tidak senatural sebelum kami saling menyimpan rasa. Keesokan harinya aku mendapat telepon dari tetangga Ibu di kampung mengabarkan bahwa bapak sakit parah  masuk ICU  dan aku di suruh pulang untuk merawat bapak. Ya Tuhan...betapa hancurnya hatiku saat itu dalam keadaan uangku yang sedang krisis bagaimana mungkin aku bisa pulang. Akupun sholat duha dan menangis sesenggukan. Selesai salat tiba-tiba salah satu dari teman komunitas melihatku dan menghampiri.

“Senja kamu kenapa menangis..”?

Tanyanya sembari mengusap-usap bahuku mencoba menenangkan, aku pun menceritakan kabar bapakku dengan apa adanya dan keadaanku sekarang yang memang tidak bisa pulang karena tidak ada uang.

“Oke tenang yaa, kamu harus pulang besok jenguk bapak mu. Perihal ongkos jangan khawatir kita kita kan ada. Besok pulang yaa” katanya sembari memeluk aku.

Keesokan harinya teman-teman komunitas datang ke kos tempat aku tinggal untuk mengantar uang sebelum aku berangkat menuju kampung halaman yang cukup jauh

“senja ini ada uang untuk kamu jangan pernah merasa kami mengasihani kamu anggap aja ini rezeki yang memang punya kamu semoga bapakmu cepat sembuh ya jangan pernah pikirin untuk mengganti uang ini ini dari kami kami ikhlas” ujar salah satu teman komunitas . ini merupakan komunitas beasiswa

“Maasyaallah terimakasih banyak” kataku dengan mata berkaca-kaca.  

Akhirnya aku pun pergi meninggalkan kota itu melakukan perjalanan yang cukup lama karena jauhnya jarak antara kampung halamanku dan tempat perkuliahan sekitar sehari semalam dengan menggunakan mobil bus, sesampainya di rumah sakit aku langsung menghampiri tempat bapak dirawat. Bapakku berusaha untuk kuat dan memelukku ia sangat terkejut jika aku pulang untuk menjenguknya, namun ternyata keesokan harinya Bapak harus pulang dengan terpaksa karena sudah tidak ada biaya lagi untuk dirawat di rumah sakit padahal keadaan Bapak belum pulih sama sekali. Dan dengan berat hati kami pun pulang ke rumah dan ayah dirawat oleh Ibu di rumah dengan obat dan perlengkapan seadanya dan sebenarnya sangat-sangat tidak terjamin.Dua bulan kemudian keadaan bapak masih belum pulih sama sekali tapi aku terpaksa harus meninggalkan rumah karena aku harus menjalankan tugasku sebagai mentor pada kegiatan PBAK tahun ajaran baru. Dengan berat hati aku pun izin pamit Karena bagaimanapun aku harus menjalankan tugasku sebagai mahasiswa yakni perkuliahan ada harapan orang tua yang harus aku wujudkan.

“Ibu..bapak, Senja pamit yaa. Bapak lekas sembuh yaa, pasti sembuh” ujarku sembari duduk di samping bapak yang terbaring dan menciumnya. raut wajah Bapak sangat sedih seolah tak ingin melepas kepergianku tapi ia juga yang menyuruhku untuk tetap semangat melakukan perkuliahan.

“Iya Senja doakan semoga Bapak lekas sembuh papa minta maaf ya belum bisa seperti orang tua orang tua lain yang membiayai kuliah anaknya yang bisa memberikan apa-apa untuk anaknya, Senja yang kuat ya bapak pasti sembuh untuk Senja besok bapak pasti sembuh. Bapak takut nggak bisa ketemu Senja lagi bapak takut ini pertemuan terakhir Bapak dengan Senja”  ungkap bapakku sembari berkali-kali memeluk aku meskipun aku sudah hampir beranjak dan kembali lagi ditariknya sepertinya benar-benar berat untuk berpisah dengan aku.

Demi Allah hatiku hancur mendengar Bapak bicara seperti itu sangat menyesakkan di dada namun antara perkuliahan dan menjaga Bapak di rumah merupakan dua hal yang sangat berat tapi aku terpaksa harus tetap kuliah karena statusku sebagai penerima beasiswa yang tidak boleh cuti atau izin apapun bentuknya. Dan sepanjang perjalanan meninggalkan rumah aku benar-benar menangis. Sesampainya di kos aku pun meletakkan barang-barang dan merebahkan tubuh untuk melepaskan penat dengan rasa yang masih sangat sedih. Tiba-tiba teman kost kamar sebelah datang menghampiri.

“Senja udah pulang aja gimana kabar bapakmu? Eh kamu tahu kan Kak Dafi senior di kampus yang keren itu sekarang Kak Dafi itu lagi dekat sama anak Pramuka di kampus namanya Ajeng Lestari, iya Ajeng Lestari itu sahabat aku dia cerita semua tentang kedekatannya sama Dafi belum lama ini ya sekitar sebulan lah” kata Irma bercerita  dengan penuh semangat.

Semangatnya Irma bercerita kepadaku tanpa tahu bagaimana perasaanku selama ini kepada Kak Dafi Aku pun tak dapat menahan dan aku langsung berlari ke wc dan menangis sejadi-jadinya, rasanya sangat sakit mendengar kabar itu awalnya aku tak percaya namun ternyata benar keesokan harinya aku melihat Kak Dafi sedang berbincang dengan asyiknya bersama Ajeng di kampus dan yang lebih meyakinkan semua itu adalah ketika aku melihat Kak Dafi yang awalnya tidak pernah memakai gelang, kini memakai gelang dengan inisial AL ternyata mereka berdua pacaran. Tanpa kak Dafi ketahui bahwa aku mengetahui semua yang Kak Dafi lakukan tanpa sepengetahuan aku. Ya Tuhan ternyata selama ini aku masih dengan rasa yang sama mencintai kak Dafi dengan penuh penjagaan, tapi nyatanya rasa yang ku jaga sebaik mungkin tidak menjamin untuk terlepas dari rasa kecewa. Aku harus menanggung patah hati dan menelan kekecewaan terhadap semua sikap Kak Dafi itu sendirian di antara kesedihan-kesedihan lain dan masalah hidup yang belum usai. Tanpa sadar ternyata selama ini saat aku melangitkan rasa  tentang Kak Dafi terselip harapku kepada Kak Dafi agar sama-sama menjaga perasaan ini, selain aku sangat kecewa perasaanku sebenarnya sederhana aku patah hati saat melihat orang yang sangat aku sayangi bermaksiat yang selama ini Aku berusaha menjaga tapi nyatanya semua tidak sesuai dengan ekspektasi yang pernah aku bangun. Sungguh luka ini benar-benar perih yang belum pernah aku rasakan sebelumnya tak dapat lagi untuk diungkapkan dengan kata-kata maka hanya air mata yang mampu bercerita. Wajar sesakit ini karena pernah ada rasa yang terlanjur dalam wajar juga sekecewa ini karena tanpa sadar aku berharap kepada Kak Dafi seorang manusia yang hatinya bisa berubah, tak seharusnya aku berharap namun siapa mesti ku salahkan. Sakit ini tak sepenuhnya karena Kak Dafi namun hatiku lemah menahan takdir kedatangannya bukan kuasa ku. Baru kusadar ternyata penjagaanku selama ini belum benar-benar tulus Karena Allah sebab aku masih merasakan kekecewaan sedalam ini.  Luka ini belum usai tiba-tiba keesokan harinya ibu kos memintaku untuk segera merapikan barang-barang dan membawa keluar dikarenakan aku sudah telat membayar uang kos selama 2bulan, aku hanya diberi waktu seminggu lagi untuk bisa tinggal.

Semua keadaan ini membuatku benar-benar hancur seperti kehilangan arah dan berhasil membuatku depresi hingga akhirnya aku jatuh sakit yang cukup parah sehingga mengharuskan aku untuk dirawat di rumah sakit Aku dirawat hanya sebentar karena aku tidak mampu untuk membayar rumah sakit untuk selebihnya aku hanya terbaring di kos dan istirahat penuh tanpa melakukan kegiatan apapun bahkan aku pun tidak pernah menghadiri rapat organisasi yang dipimpin oleh Kak Dafi. Aku pun menghilang dari berbagai kegiatan yang dulunya aku sangat aktif di situ. Keadaanku yang sakit ternyata ibu kos tidak tega untuk menyuruhku keluar dari kos itu dan ibu kos memberikan waktu yang lebih lama aku bisa tinggal di situ. Semua sudah terjadi kuliahku pun berantakan IPK aku tidak lagi 4,0 aku hampir saja dicabut dari beasiswa tapi Allah Maha Baik aku masih diberikan satu kesempatan untuk memperbaiki semuanya. Sungguh Tuhan benar-benar sudah mengujiku bahkan teman komunitas yang sangat peduli pun saat ini sedang sibuk dengan urusannya masing-masing aku masih berkutat pada masalah keuangan dan mencoba pulih dari semua sakit yang pernah ada. Semua itu tanpa sepengetahuan orang tuaku di kampung karena aku tahu keadaan mereka sedang tidak baik-baik saja. “ibu senja capek Bu senja ingin dipeluk senja hancur Bu senja ingin pulang namun keadaan sangat tidak memungkinkan” kataku berbicara sendiri sembari menatap langit-langit kamar tanpa sadar air mataku pun pecah membasahi wajah.

            Beberapa bulan kemudian ternyata Kak Davi sudah sidang skripsi tanpa aku tahu kabarnya karena semenjak saat itu aku benar-benar menutup diri dari Kak Dafi sampai tidak ingin lagi melihat status di sosial medianya, tiba-tiba Kak Dafi mengirim pesan kepada aku melalui WhatsApp meminta untuk bertemu dengan alasan yang sangat urgent. Akhirnya aku pun menemui Kak Dafi di kampus dalam keadaan hati yang belum siap sepenuhnya. Ternyata Kak Davi sekedar ingin berpamitan denganku karena ia akan melanjutkan S2 nya di Turki.

“Senja saya pamit, besok saya akan pergi ke Turki untuk melanjutkan Studi S2. Do’akan saya ya ..”

Aku hanya menunduk dan mengangguk-angguk dengan hati yang bergemuruh. Dengan mudahnya kak Dafi mengatakan itu seperti semua seolah tidak ada yang pernah terjadi apapun. Apa maksudnya aku masih tak habis pikir dengan sikap seorang Muhammad Dafi. Meskipun rasanya sangat benci dengan sikap Dafi yang seperti itu namun ternyata ketulusan hati ini mengalahkan kekecewaanku padanya sehingga aku masih saja bisa mendoakannya.

“Iya kak, semoga selalu dalam lindungan Allah, terimakasih sudah banyak membantu saya dalam proses perkuliahan” jawabku.

Hari silih berganti aku sadar aku harus bangkit aku tidak boleh terpuruk seperti ini terus akhirnya aku pun melakukan proses konseling di kampus untuk menyembuhkan luka batin. Aku bersyukur bertemu dosen yang sangat pengertian yang dapat membantu aku untuk kembali semangat meskipun harapan aku di perkuliahan seperti hampir sirna namun setelah beberapa kali aku melakukan proses konseling perlahan semuanya bisa mulai membaik.

 Semua yang aku lalui mengajarkan banyak hal terutama tentang berharap kepada manusia adalah kesalahan terbesar dalam hidup sebaik apapun caranya maka akhirnya tetaplah kekecewaan. Aku tidak pernah menyesal telah mengenal siapapun termasuk mengenal seorang Muhammad Dafi dan ibundanya. Meskipun tak mudah untuk bisa melupakan sebab terlalu banyak kenangan tentang Kak Dafi dan banyak pencapaian yang aku raih bersama dia untuk mengharumkan nama program studiku dan hal indah lainnya yang tidak ku dapati dengan yang lain.

“Terimakasih atas segala kebaikan yang pernah engkau berikan.

Episode melupakan mu memang menyesakkan

Namun jika mengikhlaskan adalah keharusan

Aku percaya bahwa Tuhan akan menguatkan

Agar hati hanya mencinta apa apa yang di perintahkan “ ungkapku dalam hati.

 Aku pun terus belajar dan berhati-hati dalam melangkah terutama dalam memaknai sebuah rasa memperbaiki hubunganku dengan Tuhan agar lebih dekat lagi. Terus mengasuh rasa agar ikhlas menerima ketetapan darinya mencoba memaknai bahwa semua ini adalah jawaban dari doa-doaku yang telah meminta yang terbaik mungkin ini adalah yang terbaik.

beberapa hari kemudian, aku mendapatkan pesan wattsApp dari mentor ku ya selama ini hilang kabarnya disebabkan oleh kesibukan beliau.

“ Assalamualaikum  Senja...,Bisa kah minta tolong gantikan Mbak mengajar privat?”

“ Wa’alaikumussalam warahmatullahi wa barokatuh baik... MaasyaAllah serius Mbak..?

Mau lah mau banget.”

“Oke Alhamdulillah, Mbak mengajar di tempat lain jadi tidak bisa mengajar privat lagi. Karena Senja sudah mau nanti Mbak kabarin ke Ibu nya anak privat Mbak”

“Terima kasih banyak Mbak”

Alhamdulillah terima kasih ya Allah... betapa baiknya Engkau...

Dan mulai saat itu aku punya rutinitas baru yaitu  mengajar privat setiap pulang dari kampus. Meskipun jujur sebenarnya sangat capek karena harus pulang malam hampir setiap hari, namun harus tetap bersabar karena janji ku untuk tidak meminta apapun kepada orang tua.

Alhamdulillah dari hasil mengajar privat dan uang beasiswa yang aku manajemen sebaik mungkin bahkan lebih baik dari sebelumnya ini aku bisa membayar kos dan mulai menabung sedikit demi sedikit. Aku pun mendapati kabar bahwa ayahku sudah sembuh dan mendapat pekerjaan.  Perlahan aku pulih dan satu persatu masalah dalam hidupku mulai terselesaikan dan keadaanku lebih baik lagi.

 “Terimakasih Tuhan kau telah menguatkan aku hingga aku mampu bertahan sampai detik ini mulai hari ini dan seterusnya izinkan aku untuk kembali menata serpihan mimpi yang sempat hancur menjadi kepingan telah berserakan kini akan ku satukan kembali apa-apa yang pernah retak, saat aku hilang arah dan tujuan tolong ingatkan dengan caramu bahwa pertolongan dan kasih sayangmu lebih besar daripada permasalahan hidupku tolong genggam hatiku Tuhan agar terlindung dari putus asa”  Ungkapku kepada Allah penuh rasa syukur.


Di buat di pontianak, 2022

Di publish Pontianak,29 Maret 2023

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Organisasi Yes Ipk Oke

Dunia Perkuliahan di Rantau